Iklan

Iklan

Kamis, 17 April 2014

Dibalik Nama Indonesia

Setelah menyaksikan tayangan sebuah perbincangan di salah satu stasiun televisi swasta, Rabu 12 Februari 2014, jam 19.00, saya terhenyak dan termenung. Sang host yang cantik, Mbak Sarah Sechan mengundang budayawan dan seniman Mas Butet Kertaradjasa bersama seorang doktor metafisika bernama Dr. Arkand Bodhana Zeshaprajna. Perbincangan yang terjadi di antara mereka adalah perihal Indonesia yang membutuhkan proses ganti nama agar menjadi bangsa yang besar.

Dikatakan bahwa di dalam banyak tradisi suku bangsa di seluruh dunia, sudah dikenal sebuah ritual ganti nama untuk anak yang selalu dirundung masalah. Meskipun penamaan dan tata cara yang dilakukan berbeda di tiap - tiap tempat, namun ritual tersebut memiliki satu tujuan adalah agar sang anak terlahir kembali menjadi anak yang sehat, kuat, pintar dan bisa menjadi pribadi seperti yang dicita - citakan orangtua masing - masing dengan nama barunya. Anehnya, masih kata Arkand, orang - orang dewasa yang mengalami banyak kegagalan dalam hidupnya, seperti sakit - sakitan, gagal dalam bisnis, gagal dalam percintaan, malahan lupa atau tidak terpikir untuk melakukan ritual ganti nama.

Arkand yang telah lama mempelajari ilmu tentang nama lebih lanjut mengatakan bahwa nama Indonesia mengandung unsur negatif yang pada akhirnya membuat bangsa ini tidak memiliki kekuatan untuk mengatasi permasalahan - permasalahan yang sifatnya menghancurkan diri sendiri. Indonesia yang tanahnya subur makmur harus mengimpor beras dan bawang. Indonesia yang memiliki panjang garis pantai nomor empat di dunia harus melakukan impor garam. Dan sejuta masalah lain yang gampang kita temukan di sekitar kita.

Pertanyaan besarnya adalah apa nama baru yang cocok untuk negara kaya raya ini? NUSANTARA. Ditunjukkan di layar televisi hasil analisa Arkand terhadap nama Nusantara. Semuanya mengandung unsur positif. Pendek kata, dengan nama barunya, Nusantara, negara ini akan terlahir kembali menjadi negara yang setia, jujur, dan berani. Terpenting adalah agar negeri ini terhindar dari bahaya kehancuran yang mengintai di depan mata.

Pikiran saya melayang mundur kurang lebih 15 tahun lalu, saat bersama kelompok paduan suara mahasiswa menyanyikan lagu Nusantara karya F.A. Warsono. Syair yang luar biasa dengan aransemen 4 suara membuat lagu ini begitu megah dan menggetarkan hati.
Nusantara, Nusantara, Nusantara, Nusantara, Nusantara tercinta. Ada pujangga bersabda. Rangkaian Zamrud Khatulistiwa. Nusa hijau sepanjang masa. Itulah tanah airku.

Berkat kemajuan teknologi, kini Anda bisa ikut merasakan kemegahan lagu Nusantara tersebut di Youtube. Bisa Anda klik di sini dan sini.

Bagi saya pribadi, wacana pergantian nama Indonesia menjadi Nusantara adalah sangat menarik dan aktual. Kemerosotan moral bangsa, kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa yang besar, perpecahan yang dilandasi agama dan kesukuan, ketidakbecusan pemerintah dalam meletakkan dasar dan arah pembangunan negara, dan masih banyak lagi permasalahan yang membuat sesak dada. Negeri ini bisa diibaratkan dengan sebuah mobil bobrok yang kehabisan bahan bakar dan keempat bannya telah kempis. Seburuk itukah?

Sejujurnya, masih ada harapan untuk berubah. Tuhan selalu sayang kepada umat-NYA yang mau untuk bekerja keras dan cerdas dalam bertindak. Bisa kita mulai dengan ikut mendorong agar pergantian nama Indonesia menjadi Nusantara terlaksana. Lagipula, di dalam kitab suci yang saya amini pun ada tertulis kisah - kisah orang - orang yang berganti nama dan akhirnya sukses menjadi pribadi yang besar. Nama Nusantara terdengar enak di telinga, mengandung sebuah kebesaran dan kekuatan. Tidak ada yang salah dengan Nusantara.

Seorang Joko Widodo, seorang Tri Risma Harini, seorang Ganjar Pranowo, pun seorang Ridwan Kamil tidak akan mampu mewujudkan pemerintahan yang jujur dan kuat tanpa dukungan penuh dari kita semua. Virus korupsi telah menjadi bagian dari negeri ini. Ayo perangi! Mari wujudkan Viranegari Nusantara, negara yang setia, jujur, dan berani.


Salam Nusantara!
Sumber : http://m.kompasiana.com/post/read/634968/2/nusantara-zamrud-khatulistiwa.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar